UN
UN dimoratorium?
Tentu tidak!
Persiapan sudah terlalu matang. Mana bisa dimoratorium?
Bahkan kisi-kisi penulisan soal UN yang membingungkan itu sudah disebar.
Inilah hasilnya, soal yang membingungkan pula.
UN
UN dimoratorium?
Tentu tidak!
Persiapan sudah terlalu matang. Mana bisa dimoratorium?
Bahkan kisi-kisi penulisan soal UN yang membingungkan itu sudah disebar.
Inilah hasilnya, soal yang membingungkan pula.
Bagaimanakah Bapak/Ibu memulai pelajaran? Apakah langsung menyampaikan materi yang akan dipelajari atau menanyakan pengalaman peserta didik terlebih dahulu lalu memberi kesempatan kepada mereka untuk menebak materi apa yang akan dipelajari?
Jika Bapak/Ibu pernah bepergian naik pesawat terbang, tentu Bapak/Ibu merasakan kecemasan bukan kepalang saat pesawat sedang tinggal landas, dan baru kemudian merasa lega ketika pramugari mengumumkan bahwa sabuk pengaman sudah bisa dilepas.
Demikian pula saat membuka pelajaran.
Ketika akan mengajarkan "Nama dan Jumlah Binatang", saya tidak langsung mengatakan kepada peserta didik bahwa pada hari itu kita akan mempelajari "Nama dan Jumlah Binatang".
Saya melakukannya sebagai berikut:
1. Memperdengarkan berbagai suara binatang.
2. Menanyakan kepada peserta didik suara apa yang mereka dengar.
3. Menanyakan kepada peserta didik materi apa yang akan dipelajari hari itu.
Jawaban peserta didik:
Suara binatang.
Binatang.
Binatang buas.
4. Saya sampaikan bahwa mereka akan mempelajari Nama dan Jumlah Binatang.
5. Menanyakan tujuan mempelajarjnya.
Peserta didik menjawab agar bisa mengenal nama dan jumlah binatang.
Memang itu tujuannya, tapi mengingat saat di SD mereka sudah pernah mempelajarinya, maka tujuan mempelajarinya sekarang adalah untuk mengenal lebih dekat nama dan jumlah binatang, sehingga mereka bisa menyayangi dan menjaganya.
6. Memutarkan video yg menunjukkan menyayangi binatang.
Baru masuk kegiatan inti.
Mungkin Bapak/Ibu kurang memperhatikan pentingnya peserta didik diberi kesempatan untuk menebak materi apa yang akan mereka pelajari.
Peserta didik akan terbiasa menggunakan pemikirannya untuk bertanya "What next, What lies ahead" jika mereka dibiasakan menebak materi apa yang akan dipelajari berdasarkan situasi yang diberikan guru.
Mereka akan terbiasa mengembangkan pikirnya, jika terdapat situasi seperti ini, lalu apa?
Mungkin tujuan pembelajaran tetap akan berhasil walaupun guru tidak melakukan Lead In dengan baik, namun hanya itu yang mereka dapatkan. Peserta didik hanya bisa mencapai tujuan pembelajaran saja, tanpa bisa mendapatkan implikasi pedagogis dari Lead In yang dianggap sangat kurang penting diperhatikan.
Bagaimana, apakah Bapak/Ibu masih akan melewatkan kesempatan Lead In itu?
Salam pembelajar.
Waduuuuhhh binguuungggg...
Pakai sistematika RPP yang mana ni?
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 hanya membatalkan Permendikbud No. 65/2013, dan tidak membatalkan Permendikbud No. 103/2015. Padahal keduanya mengatur sistematika yang berbeda//
(Jemma)
Kusuka kegundahanmu, teman.
Mengapa? Karena artinya:
1. Anda memiliki literasi hukum, dan
2. Anda guru profesional
Tengoklah sekelilingmu. Mereka yang biasa copas RPP pasti tidak peduli, mau Permendikbud yang mana yang dipakai.
Sebagai seorang guru profesional, kita harus melek hukum, baik sebagai dasar dalam melaksanakan tugas maupun sebagai pelindung dalam melaksanakan tugas.
Sebagai dasar dalam melaksanakan tugas?
Tentu. Jika kita melaksanakan tugas tanpa dasar hukum, hampir sama dengan penjual di pasar. Para penjual bebas menentukan harga sekian dengan alasan belinya sekian, atau berargumen bahwa dagangannya lebih mahal karena bahannya beda (dia tidak perlu menjelaskan apakah lebih bagus atau jelek).
Tapi seorang guru harus bisa menjelaskan secara ilmiah mengapa dia melakukan sesuatu seperti yang dia lakukan.
Sebagai conoh adalah sahabat saya di atas. Beliau sangat peduli dasar hukum yang akan dipakai untuk menyusun RPP.
Bagi saya, saya akan menyusun perencanaan mengajar saya dua macam:
1. Sesuai Permendikbud untuk ditunjukkan pada atasan, dan
2. Sesuai selera saya untuk dipakai pegangan mengajar.
Sesuai selera? Jadi saya bebas mengajar sesuai selera saya?
Tentu saja tidak. Sesuai selera yang saya maksud adalah tetap nampak benang merah mulai dari KD, IPK, Materi, Kegiatan Pembelajaran, dan Penilaian. Lainnya hanya opsional saja, jika saya sempat akan saya tulis semua, jika tidak cukup outlinenya saja.
Jika masih ada dua Permendikbud yang berlaku untuk pembelajaran, maka saya akan menggabungkannya sehingga sistematikanya sebagai berikut:
1. Identitas RPP yang terdiri dr identitas sekolah, mapel, kelas/semester, topik, dan alokasi waktu.
2. KI tidak akan saya tulis, karena KI seluruh mapel sama dan meskipun saya tulis, saya tidak menghafalnya.
3. KD dan IPK saya tulis dalam bentuk matriks agar lebih mudah dibaca.
4. Tujuan pembelajaran harus ada dan ditulis setelah KD dan IPK, karena dalam Permendikbud dinyatakan bahwa Tujuan ditulis berdasarkan KD.
Tujuan tetap harus ditulis. Bagaimana mungkin seseorang melakukan sesuatu tanpa tujuan?
5. Materi
Mengapa harus ditulis secara tersurat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur?
Saya lebih suka hanya menuliskan:
- Fungsi sosial
- Struktur teks
- Unsur kebahasaan.
Bukankah hanya itu yang diperlukan?
Saya tidak paham, mengapa harus disertakan juga materi perbaikan? Apakah kita bisa menduga materi mana yang sulit bagi siswa?
Kalau materi pengayaan bolehlah.
6. Media pembelajaran
7. Metode pembelajaran
8. Kegiatan pembelajaran
9. Penilaian pembelajaran.
Nah, mengapa pula harus direncanakan penilaian perbaikan dan pengayaan?
Penilaian perbaikan:
Apakah kita sudah bisa menduga, materi mana yang sulit bagi siswa sehingga kita bisa merencanakan penilaiannya?
Penilaian pengayaan:
Tunggu. Bukankah sesuai Panduan penilaian, pengayaan cukup dilakukan sekali dan tidak perlu diambil nilainya?
Menurut saya, lebih baik merencanakan:
Penilaian proses (assessment for learning), dan
Penilaian hasil (assessment of learning)
Sudah sangat bagus jika seorang guru cukup merencanakan penilaian teesebut, tidak dibebani dengan merencanakan penilaia perbaikan/pengayaan.
Ayolaaahhhh...
Biarkan guru lebih banyak membaca dan mengeksplorasi materi ajar, jangan dibebani dengan pekerjaan administratif.
10. Sumber belajar
Saya lebih suka menuliskan sunber seperti menuliskan daftar pustaka serta meletakkannya pada bagian paljng bawah, seperti tulisan ilmiah.
Nah, lalu seperti apa literasi hukum bisa melindungi kita?
Tunggu episode berikutnya.
Semarang, 21 Oktober 2016
(Sambil menunggu ViCall fixed)